Oleh-oleh dari WAN-IFRA World Young Reader Summit 2014: Ragam Cara Membidik Pembaca Muda

[IMG:img-3311-edit.jpeg]

Masa depan media cetak tergantung pada kemampuan para pengelolanya dalam membidik pembaca muda secara berkesinambungan. Sebab, jika pembaca muda tak berhasil dirangkul, prediksi para futurolog bahwa media cetak akan mati sepertinya bakal terbukti lebih cepat.  Untuk mengantisipasi hal itu, media cetak dituntut untuk terus berinovasi dan membuat terobosan, sehingga mampu menarik minat baca anak muda.

Sejatinya, berbagai inovasi dan terobosan telah dilakukan media cetak dari seluruh dunia. Dengan caranya masing-masing, mereka membuat program atau rubrik khusus untuk menampung pelbagai minat anak muda. Untuk mengapresiasi dan mendorong terus lahirnya ide-ide segar dan inovatif dari media cetak dalam meng-engage pembaca muda, asosiasi surat kabar dan penerbit berita dunia (WAN-IFRA) menyelenggarakan World Young Reader Summit ketiga di  Nusa Dua, Bali, Senin-Rabu (24-26/11/2014).

Penyelenggaraan acara yang mengangkat tema “Ideathon” itu dilakukan WAN-IFRA bekerjasama dengan Serikat Perusahaan Pers (SPS), The Jakarta Post, Harian Kompas, Chevron, Jawa Pos, dan Bali Post. Sebelumnya, World Young Reader Summit dihelat di Polandia.

Sesuai dengan temanya, “ideathon”, acara ini dimaksudkan untuk menggali dan mengestafetkan ide-ide dari para publisher dari seluruh dunia sehingga mampu menjalin dan merawat hubungan baik dengan anak muda sebagai konsumen media sekaligus membekali mereka dengan kemampuan literasi media yang mumpuni.

World Young Reader Summit and Ideathon menghadirkan lebih dari 250 praktisi media dari 24 negara, termasuk 21 pemenang World Young Reader Prizes, antara lain Austria, Belgia, Brazil, Jerman, India, Indonesia, Malaysia, Belanda, Singapore, Afrika Selatan, Taiwan, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam. Pemenang tersebut berasal dari berbagai macam media yang berhasil melakukan aktivasi melalui berbagai aktivitas baik off-print event maupun melalui platform digital untuk meningkatkan minat baca anak muda terhadap koran baik dalam bentuk cetak maupun digital.

Mengawali gelaran di hari pertama, Budiman Tanuredjo selaku Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas membuka acara. Menurutnya, di tengah gelombang perubahan era digital media cetak perlu mengembangkan berbagai inovasi terus menerus agar bisa bertahan. “Media cetak membutuhkan ide segar guna mendorong anak muda membaca koran. Perkembangan dunia maya diakui menempatkan media cetak, bahkan jurnalisme, di posisi telur di ujung tanduk,” ujarnya.

Pada sesi berikutnya, Yulia Herawati, Direktur Eksekutif Jakarta Post Foundation, berbagi pengalaman kepada para peserta mengenai kegiatan Youth Fun Day. Jakarta Post merupakan salah satu pemenang World Young Reader Prizes 2014 dengan ditemani oleh Jawa Pos (Pemenang tahun 2012) yang diwakili Leak Kustia dan Kompas (Pemenang 2013) yang diwakili oleh Tarrance Palar. Tiga media besar yang mewakili Indonesia tersebut memberikan inspirasi bagi para peserta World Young Reader Summit and Ideathon bagaimana mereka mengembangkan pembaca muda.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Ahmad Djauhar menyatakan, koran memang perlu melakukan terobosan untuk merangkul pembaca muda. Menurutnya, saat perekonomian Asia tumbuh, seharusnya media juga ikut tumbuh. Hal seperti itu terjadi di Tiongkok dan India. “Bagaimana dengan Indonesia? Seharusnya juga ikut tumbuh, tapi ternyata tidak. Mengapa,? Sebab, minat baca anak muda rendah,” tegasnya. Padahal, lanjut Djauhar, bangsa yang besar memiliki tradisi literal yang kuat. Menjadi ironis jika kesukaan membaca di Indonesia malah turun dari tahun ke tahun.

Di sesi selanjutnya Rene Soehardono, seorang social entrepreneur yang juga menjadi kolumnis di Kompas Muda, menarik perhatian 250 peserta yang hadir baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan bahasa yang lugas dan jenaka, serta metode unik yang digunakan, Rene mampu membuat para peserta terhibur sekaligus tersadar bahwa sebagai publisher mereka harus melakukan inovasi yang berkesinambungan untuk menarik minat anak muda. Rene juga menghadirkan 20 pelajar SMA dengan standar kemampuan yang telah diseusaikan untuk menjadi narasumber tentang mengapa mereka membaca atau tidak membaca koran.

Pada hari kedua, giliran para pemenang World Young Reader Prize berbagi pengalaman mereka tentang berbagai macam aktivitas yang telah dilakukan untuk meningkatkan literasi media di kalangan anak muda sesuai dengan karakteristik pemuda di negara masing-masing. Dari 21 pemenang, dalah satu yang menarik adalah cara Vietnam Plus menarik anak muda untuk aware kepada berita dan media. Vietnam melakukan terobosan dengan membuat anchor berita membaca berita dengan sentuhan music rap atau disebut Rapnews.

Ada juga terobosan dari Denmark, yang disampaikan Anders Kongstad. Ia membawa anak muda menyukai berita dengan menghadirkan melalui social media yang paling sering digunakan oleh anak muda di Denmark, yaitu Snapchat. Setiap hari akun Snapchat Bergensavisen yang dikelolanya memuat headline berita beserta gambarnya. Anders sengaja tidak menyisipkan konten berita, hanya gambar dan headline. “Karena begitulah karakteristik Snapchat dan juga kegemaran anak muda di Denmark, simple dan informative,” ujarnya.

Kemudian setelah para pemenang menjelaskan aktivitas literasi media dan inovasi yang dilakukan, sesi ideathon pun dimulai. Christopher Sopher dari Amerika Serikat membagi para peserta menjadi beberapa grup. Peserta diminta untuk saling mewawancarai satu sama lain mengenai inovasi yang telah dilakukan oleh para delegasi dari masing-masing media di tiap negara. Para peserta diberikan kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide, kesempatan, peluang dan hambatan dalam menjalankan aktivitas literasi medinya. Apakah hal tersebut dapat diaplikasikan di negara lain atau tidak. Setelah itu peserta diminta untuk menuliskan gagasan yang mereka dapatkan dari hasil interview tersebut dalam selembar kertas sebagai pekerjaaan rumah yang harus dibawa kembali pada keesokan harinya.

Di hari terakhir, Rabu (26/11/2014), para peserta diminta mengaplikasikan hasil dari Ideathon di hari sebelumnya dalam bentuk visual dengan membuat prototype dari ide tersebut. Hampir semua peserta mengembangkan aktivitas media melalui kanal digital dengan berbagai macam ide kreatif yang menarik minat anak muda. Namun masih ada juga beberapa peserta yang mengabungkan platform digital dengan koran, salah satunya adalah India.

Setelah semua agenda kegiatan berjalan dengan sukses, di akhir acara Dr. Aralynn McMane selaku Director of Youth Engagement and Media Literacy, menutup acara World Young Reader Summit 2014. Berikutnya, World Young Reader Summit akan diselenggarakan di Brazil dan SPS Pusat selaku asosiasi perusahaan pers di Indonesia akan menerima penghargaan sebagai Center of Youth Excellence Engagement. SPS dinilai dewan juri WAN IFRA sebagai lembaga yang konsisten melakukan upaya guna meningkatkan minat baca dan literasi media di kalangan anak muda sejak tahun 2004. ***ike/nia/nif