Berkarirlah di Media Cetak

[IMG:berkarirlah-di-media-cetak.jpeg]

Siapa bilang berkarir di media cetak tidak menarik lagi? Ungkapan itu jelas tidak bernalar. Setidaknya begitulah yang disampaikan Ahmad Djauhar, Sekretaris Jenderal Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat, ketika tampil dalam talk-show di depan puluhan mahasiswa di kampus Universitas Kristen (UK) Petra, Surabaya, Kamis (8/05/2014). Dikemas dalam program SPS Goes to Campus (SGtC), Djauhar yang juga Direktur Produksi Harian Bisnis Indonesia itu, memotivasi mahasiswa UK Petra dan sejumlah kampus perguruan tinggi lain yang hadir dalam acara tersebut, agar tak segan untuk merintis karir di industri media.

Menurutnya, daya hidup media cetak masih akan lama, walaupun kini internet terus berkembang sangat pesat.  "Media cetak tidak akan mati minimal hingga 30 tahun lagi," tegas Djauhar. Pada kesempatan lain di waktu yang sama, Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos Abdul Rokhim membeber beberapa daya tarik tentang media cetak. "Kerja di perusahaan media cetak itu menuntut kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang cukup tinggi," katanya untuk menegaskan bahwa profesi di media cetak bukan profesi sembarangan.

Bahkan menurutnya, jika mampu menjadi wartawan yang handal, kesempatan mengenal banyak hal akan terbuka lebar. "Menjadi jurnalis memungkinkan kita melanglang buana ke penjuru dunia," imbuh Rokhim yang pernah meliput konflik di Thailand Selatan dan merekam denyut krisis finansial Eropa di Paris dan Jerman. “Tentu saja, menjadi wartawan membutuhkan passion tersendiri,” demikian Rokhim menjawab pertanyaan seorang peserta talk-show.

Hal lain, kata Rokhim, menjadi jurnalis media cetak itu karyanya “abadi”. Artinya, karya bisa disimpan dan sewaktu-waktu bisa ditilik kembali jika membutuhkan. Di akhir talk-show, Djauhar menekankan, pekerja media adalah orang profesional yang seharusnya independen, tidak dicampuri pemilik media. Itulah sebabnya, perusahaan media tidak boleh bersifat partisan dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Siang harinya di hari yang sama, SGtC di UK Petra, Surabaya ini menghadirkan forum workshop manajemen pers mahasiswa. Tiga puluh aktivis pers mahasiswa dari UK Petra dan kampus-kampus lain di Surabaya, hadir menyimak diskusi bersama Faisal Asidiq, Redaktur Deteksi Harian Jawa Pos. Menurut Faisal, "Aktivis pers mahasiswa jarang berani berpikir tanpa batas dalam mengelola konten. Inilah salah satu faktor yang membuat perkembangan pers mahasiswa kini masih tersendat," imbuh alumnus Universitas Airlangga, Surabaya tersebut.

Selama mengikuti workshop, peserta diajak Faisal untuk bersimulasi membuat perencanaan isu atau topik liputan sekaligus rancangan grafis atau ilustrasi topik yang diangkat. Simulasi ini tampaknya cukup efektif untuk memancing imajinasi dan ide-ide kreatif peserta workshop. *** (asw)